Wednesday 2 February 2011

Jakarta, 20 September



      Seperti sekolah biasanya, pemandangan ujian di kelas sebuah sekolah negeri di Jakarta itu tidak jauh berbeda. Ada beberapa yang menyalin dari buku yang disimpan di kolong meja, yang lainnya berusaha memberi kode jawaban dengan tangan kepada yang lainnya. Dan ada satu anak yang lebih cerdas, yaitu Sera. Dia sebelumnya sudah meminta jawaban dari kelas tetangga yang sudah lebih dulu ujian mata pelajaran itu, dan menyalinnya pada pahanya. Diangkatnya roknya pelan-pelan dan dia salin dengan tenangnya pada kertas ujian. Benar-benar pemandangan umum sebuah high school di Indonesia.




      Sera ibaratnya Ratu Sejagat. Seandainya ada pemilihan Ratu kecantikan di sekolah itu, pasti dia yang menang. Tapi tidak pada attitude-nya. Kelakuannya sangat nakal dan menonjol dibanding cewek-cewek lain. Dia seperti kucing anggora yang cantik, tapi tidak bisa diam. Tidak heran mengapa dia banyak dibicarakan orang, tapi dia tak pernah peduli. Secara tidak sadar dia membentuk satu genk cewek populer di sekolah, tapi tidak pada kelas ini. Di kelas ini dia hampir tidak punya teman, kecuali teman sebangkunya yang hampir sama secara sifat tetapi berbeda 180 derajat secara fisik, yaitu Dinda. Dinda berkulit hitam legam dan sering dicengin oleh anak-anak cowok, tapi dia sangat percaya diri, dan bacotnya bukan main. Mereka berdua seperti genk rusuk di kelas IPA ini yang tidak segan-segan untuk menindas kaum lemah, seperti Dendy, cowok berkaca mata yang kuper namun jenius. Entah bagaimana mereka bisa masuk kelas IPA. Mungkin karena kepandaian mereka dalam merayu para guru? Entahlah. Hanya Tuhan yang tahu.

      Bintang yang mengantuk karena sudah selesai mengerjakan soal, diam-diam membangunkan kepala karena secara tidak sengaja dia melihat ke arah yang salah. Dia melihat Sera membuka ujung roknya agar jawaban di pahanya itu terlihat jelas. Namun entah mengapa dia terlihat sedikit bosan. Sampai tiba-tiba dia meraung ”AW”, dia menyadari bahwa kepalanya dipukul oleh teman sebangkunya yang tertawa cekikikan karena memergokinya sedang melihat Sera.




      ”Apaan sih?” bisiknya pada Pasha.

      Pasha hanya bergumam dan tertawa sambil menutupi mulutnya dengan tangan agar tawanya tidak terlalu terdengar. Reaksinya itu sudah cukup untuk menjelaskan mengapa ia menertawai Bintang. Dan Sera pun menutup pahanya karena menyadari tawa Pasha yang duduk di seberang dan belakangnya lagi sehingga posisi mereka menyamping, menyebabkan Pasha dan Bintang dapat melihat jelas apa yang dilakukan oleh Sera.

       Kalau Sera ibarat Ratu Sejagat, Pasha ibarat Prince charming. Dia sangat tampan.. Dan putih. Seperti pangeran-pangeran berkuda putih yang ada di buku-buku dongeng. Dan mungkin seandainya dipasangkan gigi runcing dan jas dengan jubah hitam, cukup pantas untuk membuatnya terlihat seperti vampir dengan darah-darah yang menetes dari giginya.

       Bel pun berbunyi, memecahkan suasana hening di kelas itu. Suasana hening yang palsu karena sebenarnya anak-anak itu licik. Sang Guru, Bapak Rachmat, mungkin terlalu baik karena sudah terlalu tua sehingga tidak peka lagi untuk mengawasi ulangan Kimia itu dengan baik. Mereka pun segera bergegas untuk keluar kelas setelah mengumpulkan kertas ujian dan suasana sekolah menjadi ramai oleh anak-anak yang ingin pulang ke rumah, dan memulai untuk melewatkan waktu liburan ujian Mid Semester ini. Hari ini adalah hari terakhir mereka sekolah karena minggu depan adalah waktu liburan mereka.

       Bintang dan Pasha masih berdiri-diri di lorong depan kelas, dan menyapa teman-teman yang berlalu lalang. Mereka hanya menghabiskan waktu sesaat agar tidak terlihat terlalu cepat pulang dan bercakap-cakap, karena besok mereka akan tidak bertemu lama. Mereka membicarakan acara liburan nanti.

       ”Jadi... Liburan ini mau kemana?’’ Tanya Pasha pada Bintang.

       Bintang menggigit ujung bibirnya, berpikir sejenak. ‘’Emm… Emangnya kenapa?’’ Tanya Bintang. Matanya menyipit karena terpaan angin yang menyambar rambutnya. Tangannya disanggahkan pada tiang penyangga beranda dan pandangannya tertuju ke lapangan.

       ‘’Kita pergi yuk!’’ Ajak Pasha semangat. Dan dia melanjutkan sebelum Bintang sempat bertanya kapan. ”Tanggal 26 nanti, gimana?”

       Dengan ragu Bintang menjawab, ‘’Ohh… Gue gak bisa…’’, ujarnya kecewa.

       Pasha melihat ke arahnya. Ia menyandarkan kedua sikutnya, bersandar pada penyangga beranda di belakangnya sehingga posisi badannya menghadap kelas. ”Lo ada acara?”

       ”Iya..." Jawabnya ragu, "Gue harus pulang kampung. Nyokap gue pasti maksa gue. Dan gue gak bisa nolak.”

       Pasha sedikit kecewa namun ekspresinya tidak menunjukkan hal itu. Tentu saja ia menyimpan perasaannya itu sebaik mungkin. Yah, itu adalah hal yang biasa dilakukan remaja seumurannya agar tidak mudah ditebak. ”Ohh...” Ujarnya pelan. Wajahnya masih menghadap Bintang dan ekspresinya sungguh biasa. Rambutnya tertiup terpaan angin, dan dia menolehkan ke belakang, kearah bawah, tempat dimana Bintang menghadap. Dia ingin melihat apa yang daritadi dilihat Bintang di lapangan. Hanya sekumpulan orang.

       Berkali-kali Bintang mengedipkan mata karena angin, matanya cukup sensitif oleh debu, dan mulutnya perlahan terbuka dan berkata, “Gue gak lupa kok…”

       Tiba-tiba Pasha beranjak karena ucapan Bintang, “Apaan?” Tanyanya.

       “Ulang tahun loe kan,” Bintang tersenyum sambil tertawa sedikit. Pasha hanya tertawa sinis. ”Gue akan belikan hadiah dari Bali, Okey?” Bintang merangkulnya dan setengah memeluk mencoba untuk sedikit menghibur.

        ”Ya,” ujar Pasha, ”Yang mahal ya...” Ujarnya lagi setengah bercanda. Mereka tertawa.

        Teriakan dari Sera tiba-tiba mengalihkan perhatian mereka. Ia tampak buru-buru keluar dari kelas sambil memanggul salah satu gemblok tas pink-nya yang ’cewek banget’.

       ”Hana!!!” Panggilnya pada salah seorang gadis dan gadis itu menoleh padanya. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan ke arah tangga untuk turun sambil bercakap-cakap.

       ”Waw...” Ujar Pasha. Bintang menoleh padanya. ”Cewek-cewek dance...” Ujar Pasha lagi. Entah ia mengagumi atau bagaimana, mulutnya seperti hendak bersiul nakal.

       ”Hah?”

       Pasha menoleh pada Bintang, ”Loe gak tau?”

       Bintang menggeleng.

       ”Dia Hana. Salah satu cewek terbaik yang kita punya di sekolah. Dia itu kategori top cewek yang paling banyak disukain, number 1 chart lah, dia tercantik. Pasha menjelaskan.”Dan terimut.” Ia menambahkan. "Kalo menurut gue..." Tambahnya mengakhiri pesona dari Hana.

       Bintang hanya diam dan melihat ke arah Sera dan Hana yang sedang turun ke tangga. Pandangannya seperti menggambarkan sepatah kata yang biasa dia ucapkan, yaitu, ’Oh..’

       ”Bukannya Sera?” Tanyanya.

       Pasha hanya tertawa kecil meremehkan, ”Loe cuma kenal anak-anak sekelas, Bintang...” Ujarnya merendahkan.

       Orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka pun semakin sedikit, menandakan berakhirnya jam sekolah karena sudah semakin banyak anak yang pulang. ”Ayo kita balik!” Ujar Pasha. Mereka pun memutuskan untuk pulang. Suasana sekolah itu jika di zoom out dari atas terlihat seperti peternakan kambing, dimana ada seorang penggembala yaitu ’Babe’, alias Pak Satpam penjaga sekolah ini, yang mengusir kambing-kambing itu keluar dari kandangnya. Ada beberapa yang berjalan, naik kendaraan umum, dan ada beberapa yang menggunakan sepeda motor, bergantian keluar gerbang sekolah. Karena Bintang tidak punya kendaraan motor, dia hampir selalu nebeng dengan Pasha untuk pulang ke rumah. Hari di sekolah itu pun berakhir dan hari-hari liburan akan segera tiba.

1 comments:

Unknown said...

lagu lama ini maah.. tapi bolehlah. lumayan. *prok prok

Post a Comment